Persatuan Buruh di Masa Kemerdekaan: Semangat dan Solidaritas sebagai Perekat-Perspektif Film The Calling
“Indonesia Calling” menjadi representasi visual yang kuat tentang bagaimana persatuan buruh pada masa kemerdekaan terbangun di atas fondasi nasionalisme dan semangat anti-kolonialisme. Para buruh melihat diri mereka sebagai bagian integral dari perjuangan bangsa, dan solidaritas di antara mereka tumbuh subur karena adanya musuh bersama: penjajah. Menurut Benedict Anderson, dalam karyanya Imagined Communities , nasionalisme menciptakan rasa persatuan dan identitas kolektif yang melampaui batasan kelas dan etnis (Anderson, 1983). Dalam konteks ini, buruh merasa terikat oleh identitas kebangsaan yang sama dan memiliki tujuan bersama untuk mencapai kemerdekaan.
Selain itu, struktur ekonomi pada masa itu, yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing, juga memfasilitasi pembentukan serikat buruh. Perbedaan yang jelas antara pemilik modal asing dan pekerja pribumi memahami kesadaran kelas dan mendorong solidaritas. Organisasi-organisasi buruh seperti Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) dan organisasi buruh pelabuhan berperan penting dalam memobilisasi massa dan mengkoordinasi aksi-aksi perlawanan. Menurut Ruth McVey, dalam Mobilizing Indonesian Islam: Coalition Building in a Pluralist Society , organisasi-organisasi ini tidak hanya fokus pada isu-isu ekonomi tetapi juga terlibat aktif dalam perjuangan politik untuk kemerdekaan (McVey, 2000).
Persatuan Buruh di Era Kontemporer: Fragmentasi dan Tantangan Baru
Berbeda dengan semangat persatuan yang dominan di masa kemerdekaan, persatuan buruh di era kontemporer berjuang melawan tantangan yang lebih kompleks. Globalisasi, liberalisasi ekonomi, dan perubahan struktur industri telah menciptakan fragmentasi dalam dunia kerja. Munculnya sektor informal yang besar, praktik outsourcing , dan kontrak kerja fleksibel (fleksibilitas pasar tenaga kerja) telah terpecah menjadi basis solidaritas buruh tradisional. Menurut Guy Standing, dalam The Precariat: The New Dangerous Class , munculnya kelas pekerja precariat dengan karakteristik pekerjaan yang tidak stabil dan tanpa jaminan sosial, menjadi salah satu tantangan utama bagi persatuan buruh saat ini (Standing, 2011).
Selain itu, perubahan regulasi dan kebijakan pemerintah terkait ketenagakerjaan juga mempengaruhi dinamika serikat buruh. Beberapa ahli berpendapat bahwa regulasi yang semakin fleksibel, meskipun bertujuan untuk meningkatkan investasi, justru menciptakan posisi tawar buruh dan terciptanya kesejahteraan pekerja yang kuat. Asvi Warman Adam, seorang sejarawan, menyatakan bahwa semangat persatuan buruh saat ini seringkali kalah oleh kepentingan pragmatis dan persaingan antar serikat pekerja (Wawancara Pribadi, 2023).
Namun, bukan berarti persatuan buruh di era kontemporer sepenuhnya sirna. Meskipun menghadapi tantangan yang berbeda, para buruh tetap berupaya untuk bersatu dan memperjuangkan hak-hak mereka. Munculnya berbagai serikat pekerja sektoral dan buruh lintas sektor menunjukkan adanya upaya untuk membangun kembali solidaritas dalam konteks yang lebih kompleks. Pemanfaatan teknologi informasi dan media sosial juga menjadi alat baru bagi buruh untuk berkomunikasi, berkoordinasi, dan menggalang dukungan. Contohnya adalah bagaimana isu-isu perburuhan seringkali menjadi viral di media sosial, menarik perhatian publik dan mendorong aksi solidaritas.
Perbandingan: Motivasi, Tantangan, dan Strategi
Perbandingan antara persatuan buruh di masa kemerdekaan dan era kontemporer yang menyoroti perubahan motivasi, tantangan, dan strategi. Di masa kemerdekaan, motivasi utama adalah nasionalisme dan perjuangan melawan penjajahan, sementara di era kontemporer, motivasi lebih terfokus pada isu-isu ekonomi seperti upah layak, kondisi kerja yang aman, dan jaminan sosial. Tantangan di masa kemerdekaan ditentukan oleh pemerintah kolonial, sementara di era kontemporer tantangannya lebih bersifat struktural akibat globalisasi dan fragmentasi tenaga kerja. Strategi masa kemerdekaan lebih mengarah pada aksi massa dan pemogokan yang terkait dengan perjuangan politik, sementara di era kontemporer strateginya lebih beragam, termasuk negosiasi kolektif, advokasi kebijakan, dan pemanfaatan media massa.
Meski terdapat perbedaan, tetap ada benang merah yang menghubungkan kedua era tersebut: keinginan untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan buruh. Baik di masa kemerdekaan maupun di era kontemporer, persatuan buruh merupakan instrumen penting untuk menyeimbangkan kekuatan antara pekerja dan pemilik modal. Teori Karl Marx mengenai perjuangan kelas tetap relevan untuk memahami dinamika hubungan antara buruh dan kapitalis, meskipun manifestasinya berbeda dalam konteks sejarah yang berbeda (Marx, 1867).
Pendapat Ahli dan Landasan Teori
Beberapa ahli memberikan pandangan yang berbeda mengenai masa depan serikat buruh di Indonesia. Robert J. Ross, dalam Workers and the Globalized Economy , berpendapat bahwa globalisasi telah meningkatkan daya tawar buruh di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia (Ross, 2000). Namun, ahli lain seperti Richard Freeman, dalam When Earnings Diverge: Causes, Consequences, and Cures for the New Inequality , menekankan pentingnya penguatan organisasi buruh sebagai salah satu cara untuk mengatasi ketimpangan pendapatan (Freeman, 2007).
Dari perspektif teoritis, konsep aksi kolektif yang dikembangkan oleh Mancur Olson dalam The Logic of Collective Action dapat membantu memahami tantangan dalam membangun dan mempertahankan persatuan buruh (Olson, 1965). Olson berpendapat bahwa individu cenderung tidak berkontribusi pada aksi kolektif jika mereka dapat menikmati manfaatnya tanpa mengeluarkan biaya (fenomena free-rider ). Oleh karena itu, organisasi buruh perlu memiliki mekanisme untuk mengatasi masalah ini, seperti memberikan insentif atau sanksi kepada anggotanya.
Tabel Kasus Perburuhan di Indonesia
Untuk memberikan gambaran konkrit mengenai isu-isu perburuhan di Indonesia, berikut adalah tabel yang berisi beberapa contoh kasus perburuhan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir:
erisi beberapa contoh kasus perburuhan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir:
Statistik Perburuhan di Indonesia
Data statistik juga menunjukkan dinamika perburuhan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angkatan kerja pada Agustus 2023 mencapai 147,71 juta orang, dengan tingkat kemiskinan terbuka sebesar 5,32% (BPS, 2023). Meskipun tingkat kemiskinan menurun, isu-isu terkait kualitas pekerjaan, upah, dan jaminan sosial masih menjadi perhatian. Jumlah kasus hubungan industrial yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa konflik antara buruh dan pengusaha masih sering terjadi. Data ini menggarisbawahi pentingnya peran serikat buruh dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Kesimpulan
Analisis perbandingan persatuan buruh di masa kemerdekaan yang tercermin dalam Film “Indonesia Calling” dengan kondisi di era kontemporer menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam motivasi, tantangan, dan strategi. Semangat persatuan yang didorong oleh nasionalisme di masa lampau, kini menghadapi kompleksitas fragmentasi tenaga kerja dan tantangan globalisasi. Meskipun demikian, tujuan fundamental persatuan buruh untuk memperjuangkan hak dan kesejahteraan tidak pernah pudar. Pendapat ahli dan landasan teori yang relevan menggarisbawahi pentingnya penguatan organisasi buruh dalam menghadapi tantangan zaman. Tabel kasus perburuhan dan data statistik memberikan bukti konkrit mengenai isu-isu yang dihadapi buruh Indonesia saat ini. Ke depan, serikat pekerja di Indonesia perlu terus beradaptasi dan berinovasi dalam strategi mereka, memanfaatkan teknologi dan membangun serikat pekerja yang lebih luas untuk mencapai tujuan mereka dalam menciptakan kondisi kerja yang lebih adil dan sejahtera bagi seluruh pekerja Indonesia. Refleksi dari semangat persatuan yang tercermin dalam “Indonesia Calling” dapat menjadi inspirasi untuk terus memperkuat solidaritas buruh di era modern, meskipun konteks dan tantangannya berbeda.
Daftar Pustaka
Anderson, BR O'G. (1983). Komunitas yang dibayangkan: Refleksi tentang asal-usul dan penyebaran nasionalisme . Verso.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Ketenagakerjaan Indonesia Agustus Keadaan 2023 . Diakses dari [URL BPS]
Freeman, RB (2007). Ketika pendapatan berbeda: Penyebab, konsekuensi, dan solusi untuk ketimpangan baru . Princeton University Press.
Panggilan Indonesia . (1946). [Film Dokumenter]. Joris Ivens.
Marx, K. (1867). Das Kapital .
McVey, RT (2000). Mobilisasi Islam Indonesia: Pembentukan koalisi dalam masyarakat pluralis . Cornell University Press.
Olson, M. (1965). Logika tindakan kolektif: Barang publik dan teori kelompok . Harvard University Press.
Ross, RJS (2000). Pekerja dan ekonomi global . Bloomsbury Publishing.
Standing, G. (2011). Precariat: Kelas baru yang berbahaya . Bloomsbury Academic.
Wawancara Pribadi dengan Asvi Warman Adam. (2023).
0 Komentar