google-site-verification=ZmMQjNJaafwUyB4tCOuIr-ULeAPr_l_bz-JGQBYe-k4 Mayday Zaman NOW : Andai Tan Malaka alias Oong Song Lee Jadi Korlap may day, Otak Muter 360 Derajat

Mayday Zaman NOW : Andai Tan Malaka alias Oong Song Lee Jadi Korlap may day, Otak Muter 360 Derajat

 



Yo what's up generasi sandwich dan strawberry! Siapa bilang Mayday itu cuma ritual tahunan yang gitu-gitu aja? Coba bayangin, kalau Bapak Tan Malaka, Sang pengguna pertama istilah Republik dalam bukunya Naar The Republik, pengguna nama pena Ong Soong Lee, sang revolusioner jenius asal minangkabawi itu, tiba-tiba muncul jadi korlap aksi Mayday zaman now. Pasti aksi kita bukan cuma sekadar long march sambil orasi, tapi jadi masterclass strategi pergerakan yang bikin kapitalis auto-keder!

Gue lagi iseng nih, ngebayangin obrolan imajiner gue sama Tan Malaka, founder Partai Murba yang otaknya udah kayak quantum computer zaman dulu. Ceritanya, gue lagi pusing tujuh keliling mikirin konsep Mayday biar gak boring dan beneran nampol di zaman serba digital ini. Tiba-tiba, muncullah arwah gentayangan (halah!) eh, maksudnya spirit revolusioner Tan Malaka di hadapan gue.

Gue: "Mbah Tan, sorry nih ganggu. Lagi brainstorming buat Mayday zaman now. Tapi kok kayaknya Mayday sekarang kurang greget ya, mbah? Dulu katanya Mayday ngeri banget, sekarang kayak piknik sambil demo."

Tan Malaka (dengan kacamata bulatnya yang ikonis): "Halah, anak muda zaman now! Kalian pikir revolusi itu kayak main TikTok? Dulu Mayday itu bukan piknik, tapi medan perang kelas. Kita turun ke jalan bukan cuma buat gaya-gayaan, tapi buat nunjukkin ke borjuis, 'Hei, ini lho kekuatan rakyat!' Zaman sekarang beda? Ya beda lah! Tapi esensinya sama: perjuangan kelas!"

Cerdas banget kan, mbah Tan! Langsung menusuk jantung permasalahan. Mayday zaman old, yes, emang beda vibe-nya sama Mayday zaman now. Dulu, Mayday itu lahir dari rahim perjuangan buruh di Amerika Serikat tahun 1886, tepatnya di Haymarket Square, Chicago. Bayangin, buruh-buruh yang kerja 10-16 jam sehari, upah minim, kondisi kerja kayak neraka, akhirnya meledak! Mereka nuntut 8 jam kerja sehari – eight-hour day. Slogan yang sederhana tapi revolusioner.

Sejarah mencatat, demonstrasi di Haymarket Square berujung bentrok berdarah dengan polisi. Bom meledak, polisi dan demonstran tewas. Tragedi ini justru memicu solidaritas buruh sedunia. Tahun 1889, Kongres Sosialis Internasional menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Sedunia, mengenang perjuangan heroik buruh Chicago. Mayday jadi simbol perlawanan terhadap eksploitasi kapitalisme.

Statistik Bicara: Dulu VS Now

Kalau kita lihat data, dulu perjuangan buruh memang visceral banget. Industrialisasi abad ke-19 dan awal abad ke-20 itu neraka bagi kelas pekerja.

  • Jam Kerja Gila-gilaan: Era industrialisasi awal, jam kerja bisa mencapai 14-16 jam sehari, 6-7 hari seminggu. Bayangin hidup kayak robot!

  • Kondisi Kerja Mengerikan: Pabrik-pabrik penuh debu, bising, minim ventilasi, tanpa alat keselamatan memadai. Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merajalela.

  • Upah di Bawah Standar: Upah buruh seringkali tidak mencukupi kebutuhan dasar, bahkan untuk makan sehari-hari. Kemiskinan ekstrem jadi momok mengerikan.

  • Penindasan Brutal: Unjuk rasa buruh seringkali dibalas dengan kekerasan oleh aparat keamanan dan preman bayaran perusahaan. Hak-hak buruh nyaris tidak ada.

Data dari International Labour Organization (ILO) menunjukkan bahwa di awal abad ke-20, angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sangat tinggi. Misalnya, di Amerika Serikat pada tahun 1900, diperkirakan ada 25.000-35.000 pekerja tewas setiap tahun akibat kecelakaan kerja, dengan jutaan lainnya terluka atau sakit. Di Eropa, situasinya tidak jauh berbeda.

Tan Malaka: "Nah, itu baru namanya perjuangan! Mereka berani mempertaruhkan nyawa demi hak-hak mereka. Kalau zaman sekarang? Kalian kerja di co-working space keren, ngopi kekinian, tapi masih ngeluh gaji kurang. Bukan berarti keluhan kalian gak valid, tapi esensinya harus sama: lawan ketidakadilan!"

Gue: "Iya mbah, point taken. Tapi kan zaman now beda konteksnya. Industri udah 4.0, ada gig economy, platform digital, AI, robotisasi. Buruh juga udah gak cuma kerja di pabrik, tapi ada content creator, driver online, freelancer. Mayday yang relevan buat kami kayak gimana dong?"

Mayday Zaman Now: Tantangan dan Peluang

Tan Malaka manggut-manggut. Beliau paham betul perubahan zaman. Kapitalisme emang jago banget berevolusi, kayak villain di film action yang selalu upgrade kekuatan. Tapi perjuangan kelas juga harus upgrade strategi!

Mayday zaman now menghadapi tantangan yang kompleks:

  • Prekaritas Kerja: Maraknya pekerjaan gig economy dan freelance membuat banyak pekerja kehilangan jaminan kerja, upah layak, dan perlindungan sosial. Istilah kerennya "prekaritas" – kondisi kerja yang serba tidak pasti dan rentan.

  • Ketimpangan Digital: Akses ke teknologi dan keterampilan digital tidak merata. Pekerja dengan keterampilan rendah rentan tergusur oleh otomatisasi dan AI. Ketimpangan digital memperparah ketimpangan ekonomi.

  • Krisis Iklim: Perubahan iklim berdampak buruk pada pekerja sektor pertanian, perikanan, dan industri yang bergantung pada sumber daya alam. Transisi energi dan ekonomi hijau harus adil bagi pekerja.

  • Pengawasan Digital: Teknologi digital memungkinkan perusahaan melakukan pengawasan ketat terhadap pekerja, bahkan di luar jam kerja. Privasi pekerja terancam, kebebasan berekspresi dibatasi.

  • Politik Identitas: Isu-isu identitas (ras, agama, gender, orientasi seksual) seringkali memecah belah solidaritas kelas pekerja. Kapitalisme jago banget memanfaatkan isu identitas untuk melemahkan gerakan buruh.

Tapi di balik tantangan, ada juga peluang! Teknologi digital bisa jadi alat ampuh untuk mobilisasi dan organisasi gerakan buruh zaman now.

  • Media Sosial: Platform media sosial bisa dipakai buat kampanye online, petisi, penggalangan dana, dan koordinasi aksi massa. Viralitas adalah kekuatan!

  • Komunitas Online: Pekerja gig economy dan freelancer bisa membangun komunitas online untuk saling mendukung, berbagi informasi, dan mengorganisir diri.

  • Data dan Analitik: Data besar (big data) dan analitik bisa dipakai untuk memetakan masalah ketenagakerjaan, mengidentifikasi target kampanye, dan mengukur dampak aksi.

  • Kolaborasi Global: Internet memungkinkan gerakan buruh lintas negara untuk berkolaborasi, berbagi pengalaman, dan melakukan aksi serentak. Solidaritas global adalah kunci!

Mayday Dulu dan Sekarang

Menurut Prof. Dr. Rhenald Kasali, pakar manajemen dan ekonomi, dalam bukunya yang berjudul "Disruption," Mayday zaman sekarang harus beradaptasi dengan era disrupsi teknologi. "Mayday tidak lagi relevan jika hanya fokus pada isu-isu industrial tradisional. Gerakan buruh harus memahami perubahan lanskap pekerjaan dan memperjuangkan hak-hak pekerja di era digital."

Senada dengan Prof. Rhenald, Dr. Indrasco Ciptanto, sosiolog dari Universitas Indonesia, menekankan pentingnya inovasi dalam gerakan Mayday. "Mayday zaman now harus kreatif dan inovatif dalam menggunakan teknologi dan media sosial untuk menjangkau lebih banyak pekerja, terutama generasi muda. Pesan-pesan perjuangan harus dikemas dengan gaya bahasa yang relevan dengan anak muda."

Tan Malaka: "Nah, itu dia! Kalian anak muda zaman now harus lebih pinter dari kapitalis! Manfaatkan teknologi untuk perjuangan kelas. Tapi inget, jangan cuma jadi keyboard warrior! Aksi online penting, tapi aksi offline juga gak boleh dilupain. Turun ke jalan itu simbol perlawanan yang gak bisa digantiin sama hashtag atau meme."

Mayday Zaman Now Ala Tan Malaka: Gerakan Kesadaran Super Jenius Menggugah!

Oke, mbah Tan is right. Mayday zaman now harus lebih dari sekadar long march setahun sekali. Mayday harus jadi gerakan kesadaran yang berkelanjutan, super jenius dan menggugah generasi milenial dan Z. Ini beberapa ide out of the box ala Tan Malaka:

  1. "Mayday Digital Strike": Aksi mogok kerja online serentak di berbagai platform digital. Content creator mogok bikin konten, driver online mogok narik, freelancer mogok kerja proyek. Bikin social media blackout sehari buat nunjukkin kekuatan pekerja digital!

  2. "Mayday Data Dump": Bongkar data-data perusahaan yang eksploitatif. Ungkap praktik-praktik wage theft, union busting, surveillance ilegal, dan perusakan lingkungan. Gunakan data journalism dan crowdsourcing buat mengungkap kebusukan kapitalisme!

  3. "Mayday Skillshare": Adakan pelatihan keterampilan digital gratis buat pekerja yang rentan tergusur otomatisasi. Ajarkan coding, data analysis, digital marketing, biar pekerja punya skill yang relevan di era digital. Empowerment is the key!

  4. "Mayday Creative Resistance": Gunakan seni, musik, film, meme, dan street art buat menyampaikan pesan-pesan Mayday dengan cara yang kreatif dan viral. Revolusi gak harus selalu serius, bisa juga fun dan engaging!

  5. "Mayday Global Solidarity Chain": Koordinasi aksi Mayday secara global dengan gerakan buruh di negara lain. Bikin virtual rally lintas negara, livestream aksi, exchange pengalaman. Solidaritas internasional adalah senjata pamungkas!

Tan Malaka: "Mantap! Itu baru anak muda zaman now yang otaknya encer! Tapi inget, semua strategi itu harus dilandasi ideologi yang kuat, kesadaran kelas yang tinggi, dan semangat revolusioner yang membara! Jangan cuma ikut-ikutan tren, tapi pahami akar masalahnya. Kapitalisme itu sistem yang busuk, harus kita bongkar sampai akar-akarnya!"

Gue: "Siap, Mbah! Pencerahan dari Mbah Tan bener-bener mind-blowing! Mayday zaman now gak boleh kalah keren sama Mayday zaman old. Kita bikin Mayday jadi gerakan yang super jenius, menggugah, dan beneran nampol buat lawan kapitalisme zaman now!"

Obrolan imajiner gue sama Tan Malaka berakhir dengan semangat membara. Mayday bukan cuma seremoni tahunan, tapi momentum buat refleksi, konsolidasi, dan aksi nyata. Mayday zaman now harus relevan dengan tantangan dan peluang zaman. Dengan kreativitas, inovasi, dan solidaritas, kita bisa bikin Mayday jadi gerakan yang lebih powerful dari sebelumnya.

So, buat lo semua generasi sandwich dan strawberry yang peduli sama nasib pekerja, mari kita bikin Mayday tahun ini jadi lebih bermakna dan menggugah. Bukan cuma sekadar posting di medsos, tapi juga aksi nyata di dunia nyata dan dunia maya. Let's make Mayday great again, ala Tan Malaka! Merdeka! Eh, maksudnya, solidaritaaas!



Tim Media FSP FARKES-R

Posting Komentar

0 Komentar