google-site-verification=ZmMQjNJaafwUyB4tCOuIr-ULeAPr_l_bz-JGQBYe-k4 Menguras Natural Capital: Ekonomi Siapa yang Diperjuangkan?

Menguras Natural Capital: Ekonomi Siapa yang Diperjuangkan?

 

Menguras Natural Capital: Ekonomi Siapa yang Diperjuangkan?


Serial


Desir angin di sela pepohonan dulu, masihkah terasa sama? Atau hanya ilusi kenangan masa kecil, saat sungai jernih bukan lagi cerita dongeng. Bumi ini, ibu pertiwi, dulunya berlimpah, kini terengah-engah. Katanya pembangunan, katanya kemajuan. Tapi siapa yang maju? Siapa yang sesungguhnya kenyang di meja makan bernama "ekonomi"?

Kapitalisme, kata itu berdengung di telinga, seperti mantra yang tak pernah usai dibacakan. Profit adalah dewa, pertumbuhan adalah agama. Alam? Ah, hanya seonggok sumber daya, modal yang bisa dikeruk, diperas, sampai ampasnya pun laku. Hutan dibabat, gunung dikeruk, laut dicemari. Semua demi angka-angka hijau di neraca perusahaan, demi bonus-bonus fantastis para eksekutif di gedung-gedung pencakar langit.


Ilustrasi PhotoShop & Coreldraw :
Lukisan 8K realistis
petani kecil di Indonesia menghadapi dampak perubahan iklim akibat kapitalisme global.-Ilyas Husein


Tapi tunggu, di bawah sana, di kaki gunung yang gundul, di tepi sungai yang menghitam, ada suara-suara yang tercekat. Suara para pekerja, buruh pabrik, petani kecil, nelayan tradisional. Mereka yang setiap hari bergelut dengan kerasnya hidup, kini harus berhadapan dengan alam yang juga sekarat. Upah murah tak sebanding dengan harga kebutuhan yang melambung, keselamatan kerja diabaikan, hak-hak berserikat dikekang. Lantas, di mana letak "kemajuan" itu bagi mereka?

Ingat kata-kata bijak dari Chief Seattle, "Bumi tidak termasuk manusia, manusialah yang termasuk bumi." 

Seolah Kita lupa, atau mungkin sengaja melupakan, bahwa kita ini bagian dari alam, bukan penguasanya. Kita pinjam napas dari pohon-pohon, minum dari air sungai, makan dari tanah yang subur. Ketika alam rusak, fondasi hidup kita pun ikut rapuh.

Serikat pekerja, zaman era pergerakan dulu, adalah garda terdepan perjuangan kaum buruh, kini terasa tumpul giginya. Terpecah belah, dilemahkan oleh regulasi yang pro-kapitalis, bahkan tak jarang dikhianati dari dalam. Namun, semangat perjuangan tak boleh padam. Di tengah gempuran neoliberalisme yang semakin menggila, serikat pekerja harus berani mengambil peran lebih luas. Bukan hanya memperjuangkan upah layak dan kondisi kerja yang manusiawi, tapi juga harus menjadi benteng penjaga alam, pelindung "natural capital" yang menopang kehidupan kita semua.

Karena perjuangan buruh dan perjuangan lingkungan adalah dua sisi mata uang yang sama. Eksploitasi alam dan eksploitasi manusia adalah anak kandung dari sistem yang sama: kapitalisme rakus. Ketika hutan Kalimantan dibakar demi kebun sawit, bukan hanya orangutan dan satwa liar yang kehilangan rumah, tapi juga masyarakat adat dan buruh perkebunan yang terhisap tenaganya dengan upah minim. Ketika limbah pabrik dibuang ke sungai Bengawan Solo, bukan hanya ikan-ikan yang mati keracunan, tapi juga petani yang kehilangan sumber air irigasi dan masyarakat yang kehilangan sumber air bersih.

"Alam menyediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia, tetapi tidak untuk keserakahan setiap manusia," kata Mahatma Gandhi. Kesalahan fatal kita adalah menganggap alam sebagai gudang tak terbatas yang bisa terus dikuras. Kita lupa bahwa setiap eksploitasi alam ada batasnya, ada harga yang harus dibayar. Dan harga itu tidak hanya dibayar oleh alam, tapi juga oleh kita, terutama oleh kaum buruh dan masyarakat rentan yang paling merasakan dampak langsung dari kerusakan lingkungan.


Ilustrasi kubisme 8K perjuangan buruh Indonesia melawan polusi dalam warna-warna abstrak. Made With : Adobe Illustrator-Ilyas Husein

 

Hari ini, serikat pekerja harus berani keluar dari kotak perjuangan konvensional. Mereka harus menjalin aliansi dengan gerakan lingkungan, gerakan petani, gerakan masyarakat adat. Bersama-sama, mereka harus membangun kekuatan kolektif untuk melawan oligarki ekonomi yang menguasai sumber daya alam dan menindas kaum buruh. Perjuangan ini bukan hanya tentang upah minimum, tapi tentang masa depan bumi, masa depan generasi mendatang. Ini tentang membangun ekonomi yang berkeadilan, ekonomi yang menghormati alam dan manusia, bukan hanya mengejar profit semata.

Mari kita lihat data, fakta pahit yang terpampang nyata:

Tabel Kerusakan Alam Akibat Eksploitasi Kapitalisme

Indikator Kerusakan Alam

Dampak di Indonesia

Dampak Global

Penyebab Utama (Berkorelasi dengan Kapitalisme)

Deforestasi

Kehilangan habitat satwa liar (orangutan, harimau Sumatera), banjir dan longsor, hilangnya sumber air bersih, emisi gas rumah kaca dari pembakaran hutan.

Hilangnya hutan hujan tropis (paru-paru dunia), kepunahan spesies, perubahan iklim global, erosi tanah, siklus air terganggu.

Ekspansi perkebunan skala besar (sawit, pulp & kertas), pertambangan, illegal logging untuk keuntungan industri dan pasar global.

Polusi Air dan Tanah

Pencemaran sungai dan danau oleh limbah industri dan pertambangan (sungai Citarum, sungai Brantas), keracunan air minum, kerusakan ekosistem perairan, penurunan hasil pertanian.

Pencemaran laut oleh sampah plastik dan limbah industri, zona mati di lautan, krisis air bersih global, pencemaran tanah oleh limbah pertanian intensif (pestisida).

Pembuangan limbah industri tanpa pengolahan, penggunaan bahan kimia berbahaya dalam pertanian dan pertambangan, kurangnya regulasi dan penegakan hukum lingkungan yang lemah, dorongan untuk produksi massal dan konsumsi berlebihan.

Kerusakan Terumbu Karang

Pemutihan karang akibat kenaikan suhu laut (perubahan iklim), kerusakan akibat penangkapan ikan destruktif (bom ikan, sianida), sedimentasi dari deforestasi, penurunan populasi ikan.

Kerusakan ekosistem terumbu karang global, kehilangan keanekaragaman hayati laut, penurunan sumber pangan laut, terganggunya pariwisata bahari.

Perubahan iklim global akibat emisi gas rumah kaca dari aktivitas industri dan transportasi, overfishing untuk memenuhi permintaan pasar global, pembangunan pesisir yang tidak terkendali, kurangnya kesadaran dan edukasi.

Emisi Gas Rumah Kaca

Kebakaran hutan dan lahan gambut menyumbang emisi signifikan, peningkatan suhu udara, cuaca ekstrem, banjir, kekeringan, dampak kesehatan (penyakit pernapasan).

Perubahan iklim global, kenaikan permukaan air laut, gelombang panas ekstrem, badai yang lebih kuat, krisis pangan global, pengungsian iklim.

Pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak, gas) untuk energi dan industri, deforestasi, perubahan penggunaan lahan, pola konsumsi yang boros energi, tekanan untuk pertumbuhan ekonomi tanpa mempertimbangkan keberlanjutan.

Erosi dan Degradasi Lahan

Kehilangan lapisan tanah subur akibat deforestasi dan praktik pertanian monokultur, penurunan produktivitas pertanian, sedimentasi sungai dan waduk, longsor.

Desertifikasi lahan kering, hilangnya lahan pertanian produktif global, krisis pangan, konflik agraria.

Praktik pertanian intensif yang tidak berkelanjutan (monokultur, penggunaan pupuk kimia berlebihan), deforestasi, penggembalaan berlebihan, tekanan populasi dan kebutuhan lahan untuk ekspansi ekonomi.

Sumber: Data diolah dari berbagai sumber penelitian dan laporan lingkungan (KLHK, WALHI, Greenpeace, IPCC, WWF, dll.)

Tabel ini hanya secuil gambaran dari kerusakan yang sudah terjadi. Setiap angka, setiap fakta adalah tangisan bumi, jeritan para korban. Ekonomi siapa yang diperjuangkan jika alam dan manusia sama-sama menjadi korban?

Serikat pekerja hari ini, di tengah hiruk pikuk dunia digital dan tantangan globalisasi, harus mampu melihat gambaran besar ini. Perjuangan mereka tidak lagi sekadar di pabrik atau di kantor, tapi juga di hutan, di sungai, di laut, di ladang. Perjuangan mereka adalah perjuangan untuk keadilan ekologis dan keadilan sosial, perjuangan untuk masa depan yang lebih baik bagi semua.

Tabel Kerusakan Alam Akibat Eksploitasi Kapitalisme di Indonesia dan Global

Kategori Kerusakan Alam

Contoh Kasus di Indonesia

Contoh Kasus Global

Dampak Langsung Terkait Eksploitasi Kapitalisme

Deforestasi

- Pembukaan lahan gambut dan hutan untuk perkebunan sawit dan HTI di Kalimantan dan Sumatera. - Ilegal logging di berbagai wilayah.

- Pembukaan hutan Amazon untuk peternakan sapi dan pertanian kedelai. - Deforestasi di Asia Tenggara untuk perkebunan kelapa sawit dan karet.

- Kehilangan habitat satwa liar (orangutan, harimau sumatera, dll.). - Peningkatan emisi gas rumah kaca dari pembakaran dan dekomposisi gambut dan hutan. - Erosi tanah dan banjir. - Konflik agraria dengan masyarakat adat dan petani terkait lahan.

Polusi Air

- Pencemaran sungai dan laut oleh limbah industri (tekstil, pertambangan emas, dll.) di Jawa dan wilayah lain. - Tumpahan minyak di laut (misalnya kasus Montara).

- Pencemaran sungai dan air tanah oleh limbah industri kimia di berbagai negara. - Polusi plastik di lautan global.

- Kerusakan ekosistem air tawar dan laut. - Hilangnya sumber air bersih untuk konsumsi dan pertanian. - Penurunan populasi ikan dan biota laut lainnya. - Dampak kesehatan pada masyarakat yang mengonsumsi air tercemar.

Polusi Udara

- Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut setiap tahun. - Polusi udara dari industri dan transportasi di kota-kota besar (Jakarta, Surabaya, dll.).

- Polusi udara industri di kota-kota besar di negara-negara berkembang dan negara maju. - Emisi gas buang kendaraan bermotor global.

- Gangguan kesehatan pernapasan (ISPA, asma, dll.). - Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. - Perubahan iklim akibat peningkatan gas rumah kaca. - Kerugian ekonomi akibat penurunan produktivitas dan biaya kesehatan.

Kerusakan Lahan

- Pertambangan terbuka (batubara, nikel, emas, dll.) yang meninggalkan lubang raksasa dan kerusakan lingkungan di Kalimantan, Papua, dan wilayah lain. - Degradasi lahan pertanian akibat penggunaan pupuk kimia dan pestisida berlebihan.

- Desertifikasi akibat pertanian intensif dan perubahan iklim di Afrika dan wilayah kering lainnya. - Kerusakan lahan akibat pertambangan skala besar di Amerika Latin dan Afrika.

- Kehilangan kesuburan tanah. - Erosi dan longsor. - Kerusakan ekosistem darat. - Konflik lahan dengan masyarakat lokal. - Pencemaran air dan tanah oleh limbah pertambangan.

Kehilangan Keanekaragaman Hayati

- Kepunahan spesies endemik akibat perusakan habitat dan perburuan liar. - Degradasi terumbu karang akibat penangkapan ikan berlebihan dan polusi laut.

- Krisis kepunahan spesies global akibat hilangnya habitat, perubahan iklim, dan eksploitasi berlebihan. - Kerusakan ekosistem penting seperti hutan hujan tropis dan terumbu karang.

- Hilangnya potensi sumber daya alam dan obat-obatan masa depan. - Gangguan keseimbangan ekosistem. - Penurunan ketahanan ekosistem terhadap perubahan iklim. - Dampak negatif pada sektor pariwisata dan ekonomi lokal yang bergantung pada keanekaragaman hayati.

Perubahan Iklim

- Kontribusi Indonesia sebagai salah satu emitor gas rumah kaca terbesar dari deforestasi dan kebakaran lahan gambut. - Dampak perubahan iklim yang dirasakan di Indonesia: banjir, kekeringan, kenaikan permukaan air laut.

- Peningkatan suhu global dan kejadian cuaca ekstrem (gelombang panas, badai, banjir, kekeringan) di seluruh dunia. - Kenaikan permukaan air laut dan ancaman tenggelamnya pulau-pulau kecil dan kota-kota pesisir.

- Dampak sosial dan ekonomi yang luas: kerugian ekonomi akibat bencana alam, migrasi penduduk, konflik sumber daya, krisis pangan, dan kesehatan. - Dampak jangka panjang yang mengancam keberlanjutan peradaban manusia.

Catatan: Tabel ini hanya memberikan contoh dan tidak mencakup semua jenis kerusakan alam akibat eksploitasi kapitalisme. Dampak dan contoh kasus dapat bervariasi tergantung pada konteks geografis dan industri.


Seperti kata Eduardo Galeano, "Kita membutuhkan kegilaan yang cukup untuk berani berharap bahwa masa depan manusia layak untuk diperjuangkan." Ya, masih ada harapan. 

Harapan itu ada pada kesadaran kolektif, pada solidaritas lintas batas, pada keberanian untuk melawan sistem yang rakus dan merusak ini. Serikat pekerja, bersama gerakan sosial lainnya, harus menjadi agen perubahan, membangun ekonomi yang berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberlanjutan. Karena ekonomi yang sejati, ekonomi yang layak diperjuangkan, adalah ekonomi yang menghidupi bumi dan seluruh isinya, bukan hanya segelintir manusia serakah.


Ilyas Husein

POTRET GAMBARAN KERAKUSAN KAPITALISME DAN KERUSAKAN EKOLOGI

Posting Komentar

0 Komentar