Para buruh PT. Natatex Prima (Dalam Pailit) menggelar aksi di area pabrik untuk memperjuangkan hak-hak mereka sebagai karyawan yang hingga saat ini belum dipenuhi oleh perusahaan. Hak-hak tersebut mencakup gaji dan tunjangan yang belum dibayarkan, bahkan ada yang sudah lebih dari sembilan tahun. Mirisnya, beberapa karyawan yang telah meninggal dunia pun masih belum menerima hak-haknya.
Seperti diketahui bersama, PT. Natatex Prima telah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang dikeluarkan pada tanggal 21 November 2024, dengan nomor perkara 228/Pdt.SusPKPU/2024/PN.Niaga.Jkt.Pst. Hal ini berdampak pada kewajiban perusahaan terhadap para kreditur dan juga karyawan perusahaan. Untuk itu pihak kuasa hukum menegaskan bahwa aksi yang dilakukan oleh para buruh ini semata-mata untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang belum dipenuhi.
Beberapa dari mereka (buruh) sudah menunggu lebih dari sembilan tahun, bahkan ada yang meninggal dunia tanpa sempat menerima apa yang menjadi haknya. “Ini adalah perjuangan atas keadilan dan hak asasi manusia," ujar kuasa hukum para buruh Ajis Talaohu pada awak media, Sabtu (25/01/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa para buruh tidak berniat menghalang-halangi Kreditur Separatis pemegang chase yang ingin masuk ke area pabrik untuk melakukan Appraisal.
Namun, mereka meminta atau berharap adanya jaminan kepastian mengenai pembayaran hak-hak karyawan secara penuh. "Karyawan sama sekali tidak menghalang-halangi Kreditur Separatis Pemegang Chase untuk masuk ke area pabrik. Namun, kami meminta agar adanya jaminan kepastian penuh bahwa hak-hak buruh akan terpenuhi dengan seadil-adilnya,” tegasnya. Adapun kuasa hukum para buruh melihat bahwa sesuai Daftar Piutang Tetap (DPT) yang telah diterbitkan oleh Tim Kurator pada tanggal 23 Januari 2025, Nilai Tagihan dari Kreditur Preferen Buruh sebesar Rp 58.748.639.626. Sedangkan di sisi lain Kreditur Separatis hanya mempunyai piutang senilai Rp 30.353.083.515 sementara mereka memasukkan tagihan di angka Rp 80.900.000.000.
Sehingga atas DPT tersebut Kuasa Hukum Separatis belum memberikan sikap apakah menerima atau akan melakukan upaya hukum. Hal inilah, yang memantik buruh meminta Pihak Separatis membuat surat pernyataan terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam Pabrik untuk melakukan Appraisal. "Kami meminta kepada tim kurator untuk bersama-sama mengawasi dan memastikan bahwa hak-hak tersebut dapat dibayarkan sesuai aturan yang berlaku sesuai daftar piutang tetap yang telah dikeluarkannya," tegas Ajis Talaohu.
Kuasa hukum juga menyerukan agar semua pihak yang terkait dapat bekerja sama demi menyelesaikan permasalahan ini secara adil dan transparan. Menurutnya, perjuangan ini bukan hanya tentang uang, tetapi juga tentang menghormati hak dan martabat para karyawan yang telah berkontribusi besar terhadap perusahaan. "Kami meminta, kreditur separatis dapat menyatakan sikapnya menerima Daftar Piutang Tetap (DPT) yang telah melewati mekanisme Verifikasi Pajak dan Pencocokan Piutang di Pengadilan agar Harta Pailit ini bisa segera di Appraisal dan kemudian dilelang, apabila tidak maka kami meminta proses ini diambil alih oleh Kurator agar hak-hak buruh terjamin,” mintanya.
Aksi Massa Buruh ini juga mendapat perhatian dari Anggota Komisi I dan Komisi II DPRD Kabupaten Sumedang, Bapak Asep Kurnia, dr. Iwan Nugraha dan Ibu Ledi yang membidangi Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan bertemu Massa Buruh PT Natatex Prima sekitar pukul 16.00 WIB.
Disclaimer : Artikel ini telah tayang di JPNN.com, Sabtu 25 Januari 2025. di kutip ulang untuk Kolom Solidaritas, di Dialektika Buruh
Tim Media FSP FARKES-R
0 Komentar