Bayangin gini deh, kalo founding father jurnalisme Indonesia, Tirto Adhi Suryo, tiba-tiba respawn di zaman serba digital ini. Bukan jadi influencer TikTok joget-joget, tapi malah gabung tim media serikat buruh. Gokil nggak tuh? Nah, kegabutan ini yang bikin gue, anak serikat buruh generasi Z yang lagi struggle nyari jati diri, akhirnya bikin sesi interview imajiner sama Bapak Pers satu ini. Tujuannya? Biar galau gue kelar, dapat pencerahan, dan yang pasti, biar semangat juang buruh zaman now ini nggak kendor-kendor amat.
"Media serikat pekerja: jembatan megah antara perjuangan dan kemenangan; di sinilah suara buruh berpadu membentuk simfoni keadilan!"--Tim Media FSP FARKES-R
Gue (Anak Serikat Millennial): Bapak Tirto, pertama-tama, welcome to the future! Kayaknya Bapak kaget banget ya liat dunia sekarang? Informasi kecepatannya udah kayak kilat, media sosial bejibun, tapi kok malah rasanya makin susah nyampein suara buruh ke publik? Dulu zaman Bapak, media cetak mungkin terbatas, tapi kok kayaknya lebih ngefek ya?
Tirto Adhi Suryo (TAS) (dengan tatapan mata yang tajam, khas jurnalis): Nak, kaget? Pasti. Tapi bukan kaget sama teknologinya. Saya lebih kaget sama semangatnya. Dulu, tinta dan kertas jadi senjata. Sekarang, layar sentuh dan internet. Senjatanya beda, tapi musuhnya sama: ketidakadilan, penindasan, kebohongan. Soal media zaman dulu lebih ngefek? Itu karena jurnalis zaman dulu mikirnya bukan views, bukan likes, tapi dampak. Kita nulis buat ngebongkar kebusukan, buat ngebangun kesadaran, buat ngerubah keadaan. Bukan cuma buat viral sesaat.
Merawat Ingatan soal Peran RM Tirto Adi Suryo Dalam Era Kebangkitan Pergerakan Indonesia
Gue: Oke, point taken, Bapak. Tapi jujur nih, kita generasi millennial sama Z ini kayak kebanjiran informasi. Hoax berseliweran, media mainstream kadang kayak gak berpihak, algoritma media sosial bikin kita kayak di kotak sendiri. Gimana caranya kita, tim media serikat buruh yang modalnya mepet banget ini, bisa survive dan ngasih impact kayak zaman Bapak dulu?
"Dengan media serikat pekerja, kita adalah arsitek perubahan! Setiap berita adalah cetak biru, setiap suara adalah pondasi menuju masa depan yang lebih cerah!"--Tim Media Farkes
TAS: Modal mepet? Jangan salah, dulu modal kita lebih mepet lagi. Cuma mesin cetak butut sama keberanian. Yang penting bukan modal duit, tapi modal idealisme dan kecerdasan. Di zaman informasi tumpah ruah ini, justru jurnalisme yang beneran itu makin dicari. Fokus sama kualitas, bukan kuantitas. Bikin berita yang dalam, yang investigatif, yang nunjukin duduk perkaranya. Jangan ikut-ikutan sama media yang cuma ngejar sensasi. Buruh punya cerita yang kuat, Nak. Cerita tentang perjuangan, tentang ketidakadilan, tentang harapan. Itu yang harus kalian angkat.
Gue: Nah, ini dia nih yang bikin kita galau, Bapak. Cerita buruh memang kuat, tapi kayaknya kurang seksi buat anak muda zaman sekarang. Mereka lebih tertarik sama drama korea, game online, atau lifestyle influencer. Gimana caranya kita bikin isu buruh ini jadi relevant dan engaging buat mereka? Biar mereka aware dan ikut peduli.
"Dalam lautan informasi, media serikat pekerja adalah ombak dahsyat yang menenggelamkan ketidakadilan dan mengangkat hak-hak buruh ke puncak kejayaan!"-Tim Media Farkes-R
TAS: Kurang seksi katamu? Salah besar! Anak muda zaman sekarang itu pintar, kritis, dan punya rasa keadilan yang tinggi. Cuma, kalian jurnalisnya yang kurang kreatif. Jangan cuma nyampein isu buruh dengan bahasa yang kaku dan membosankan. Pelajari gaya bahasa mereka, platform yang mereka pakai. Bikin konten yang visual, yang storytelling-nya kuat. Bukan cuma berita kering kayak laporan keuangan perusahaan. Hubungin isu buruh sama kehidupan mereka sehari-hari. Misalnya, bahas soal gig economy, kerja remote, burnout, isu mental health di kalangan pekerja muda. Itu semua kan akar masalahnya sama: perlindungan buruh yang lemah.
Gue: Betul banget, Bapak! Kita juga sering mikir gitu. Cuma kadang mentok ide, Bapak. Apalagi kalau udah kena buzzer atau hate speech di media sosial, langsung down mental kita. Dulu zaman Bapak, tantangannya mungkin sensor dari pemerintah kolonial. Sekarang tantangannya kayak lebih complicated, Bapak.
TAS: Sensor zaman dulu lebih kejam, Nak. Penjara, pengasingan, nyawa taruhannya. Buzzer dan hate speech itu cuma kerikil kecil. Jangan gampang ciut. Kalian punya senjata yang lebih ampuh: kebenaran dan solidaritas. Kebenaran itu selalu menang pada akhirnya. Solidaritas antar buruh, solidaritas sesama manusia yang peduli keadilan, itu kekuatan yang luar biasa. Jangan pernah merasa sendirian. Cari kawan sebanyak-banyaknya. Bangun jaringan, kolaborasi sama komunitas lain.
Gue: Siap, Bapak! Pencerahan Bapak bener-bener nampol! Jadi intinya, kita tim media serikat buruh harus lebih kreatif, lebih berani, dan lebih solid ya, Bapak? Jangan cuma ngeluh soal tantangan zaman now, tapi fokus sama solusi dan inovasi. Biar semangat perjuangan buruh ini tetap membara, kayak semangat Bapak zaman dulu.
TAS: Tepat sekali, Nak! Jurnalisme itu bukan cuma profesi, tapi panggilan jiwa. Panggilan untuk membela yang lemah, untuk mengungkap kebenaran, untuk memperjuangkan keadilan. Semangat itu yang harus kalian jaga. Teknologi boleh berubah, zaman boleh maju, tapi nilai-nilai dasar jurnalisme itu abadi. Jadilah jurnalis yang berintegritas, yang kritis, yang berempati, dan yang selalu berpihak pada kaum buruh. Ingat, suara buruh itu suara perubahan. Dan kalian, tim media serikat buruh, adalah corongnya. Jangan pernah gentar!
Selesai interview imajiner ini, gue langsung ngerasa kayak di-charge seratus persen. Obrolan sama “reinkarnasi” Tirto Adhi Suryo ini bener-bener ngebuka mata dan pikiran gue. Ternyata, tantangan buruh zaman dulu dan zaman sekarang itu beda bungkusnya doang. Intinya mah sama: perjuangan buat dapetin keadilan dan kesejahteraan. Dan sebagai tim media serikat buruh, tugas kita adalah ngasih “kode keras” ke anak muda zaman sekarang, biar mereka melek dan aware soal isu buruh. Biar semangat Sintren Pers kayak Tirto Adhi Suryo ini terus hidup dan menginspirasi generasi penerus. Saatnya kita move on dari galau-galauan, dan mulai nulis, bikin konten, dan beraksi! Karena suara buruh, adalah suara kita semua.
Media serikat pekerja adalah mesin penggerak perubahan, yang membangkitkan semangat juang dan memecah kebisuan, membawa buruh menuju era kebangkitan-Tim Media FSP FARKES-R.
Tim Media FSP FARKES-R
Olah Kata : Ilyas Husein
Design Prompt : Ilyas Husein
0 Komentar